Fai

Sunday, October 11, 2015

PUISI CINTA (Bahasa Inggris)

Tugas Introduction to Lingustics
Poetry
The Picture of Your Smile
written by : Fairisha Embriany



First time when my eyes found you
It was hard to blink even swing them round
You blocked the visual which shouldn’t be only you
Freezing my sight, that smile was stunning
I got your smile framed beautifully in my mind
The focus of my eyes magically captured it in the memory
That smile was printed and looks clearly on my face
It showed how I was dragged along by your smile.
Doubt and conviction came,
When my lens focused coincide every times you smile
Doubting if my eyes did the right thing?
And convinced that you realized how I am amazed by your present
May I thank your smile through imagination?
Hoping those beautiful smiles were given to me.
Losing control when your eyes caught my sight of you.
Felt like being handcuffed, I was on edge.
Worrying if you might be unpleasant.
We might not close enough to be in love,
but, We are not too far to not know each other.
Distance told me that love was on my side,
not yours, even ours.
Your smile symbolize my obsession
Looking them, Like the shady light of stars

Can only be seen, they cannot be own.

CERPEN CINTA ?

Tugas Introduction to Linguistics. Membuat cerpen, cinta :p

CAPPUCCINO
Written by : Fairisha Embriany



Waktu tak pernah memberi kesempatan untuk bertemu, pertemuan kita tidak ditentukan oleh waktu, tapi keyakinan akan takdir yang membawa kita bertemu disuatu waktu. – 1
Dhani melipat kertas yang baru ditulisnya diam-diam dan menyelipkan kertas itu ditumpukan buku milik gadis yang duduk didepannya. Miki sibuk menyeka kacamatanya yang buram akibat uap hangat dari wajahnya.
“Miki, aku kekelas dulu, ya. Pastikan kamu membaca semua buku ini.” Dhani pergi meninggalkan Miki yang mengangguk malas.
“Kalau bukan karena ini, mana mungkin aku bisa bertemu dengan Dhani, tapi sekarang dia malah pergi” Miki tanpa sadar menggerutu dalam hati. Ia mengemasi buku-buku yang belum sempat dibacanya kemudian pergi meninggalkan perpustakaan.
---
Miki berjalan menyusuri lorong kelas. Kepalanya menoleh kedalam kelas yang baru saja dilewatinya. Ia mendapati Dhani menghadap sisi lain kelas sambil membaca bukunya. Baru saja Miki memalingkan wajahnya, Dhani melihat Miki yang melintas didepan kelasnya. Dhani menuliskan sesuatu pada secarik kertas kecil.
Kekagumanku atas kamu lebih dari yang pernah bola mataku lihat sebelumnya – 2
Dhani membuka tabung tinta pulpen yang digunakannya kemudian menggulungkan kertas yang baru saja ditulisnya pada tabung itu kemudian memasukkannya lagi kedalam pulpen. Ia tersenyum sambil memegang erat pulpen berisi tulisannya.
---
Ponsel Miki berbunyi. Lamunannya terhentak seketika. Ia merogoh sakunya.
“Apakah kamu sedang menunggu inspirasi?” Miki tersenyum melihat layar ponselnya. Ia menyisirkan pandangan kesekelilingnya mencari sipengirim kemudian membalas pesan itu.
Inspirasi mungkin tidak datang begitu saja, bagaimana kalau kamu yang datang menemuiku?” Miki menggenggam erat ponselnya yang tidak sampai satu menit kemudian berbunyi lagi.
“Bolehkah?”
Belum sempat Miki mengatasi keraguannya membalas sms itu, seseorang datang dan duduk disampingnya.
“Kamu sudah selesai membaca buku yang tadi siang?”. Miki kaget melihat Dhani yang menghampirinya. Tanpa sadar Ia menggenggam erat ponselnya.
“Hm? be..belum. Tinggal buku Kumpulan Cerpen Lama yang belum aku baca.”
Dhani mengangguk. Bola matanya naik keatas menandakan ia teringat sesuatu. Ia ingat telah menyelipkan sesuatu dibuku itu. Miki menahan napas membalas pesan yang belum sempat dibalasnya.
“Sungguh, aku ingin menemuimu” Tulis Miki ragu-ragu.
“Boleh aku lihat perkembangan cerpen kamu?” Dhani menadahkan tangannya kearah Miki. Miki mengangguk dan mengambil buku catatan disampingnya kemudian kembali sibuk melihat ponselnya. Dhani kemudian membacanya. Tidak sampai satu menit Ia membaca, Dhani mengeluarkan pulpennya.
“Kurasa, kata ini agak aneh. Bagaimana menurut kamu?” Tanya Dhani sambil melingkari kata menyoba yang ditulis Miki dibukunya. Miki memiringkan kepalanya heran.
“Menurut kamu apa?”
“Mencoba?” Tanya Dhani memastikan jawabannya. Miki cengengesan dan mengganti kata yang ditulisnya. Ponsel Miki berbunyi lagi. Baru saja Ia hendak membacanya, Dhani berdiri.
“Aku pulang dulu, ya. Sepertinya kamu sedang sibuk” Dhani tersenyum dan membenarkan letak ransel dipundaknya. Miki kebingungan, Ia hanya bisa mengangguk. Dhani pamit dan meninggalkan Miki sendirian dalam kebingungan. Miki tersadar dan membuka pesan yang belum sempat dibacanya.
“Mungkin lain kali” Miki menghela napasnya kecewa.
---
Miki melanjutkan naskah cerpennya dibawah sinar bulan purnama. Ia menerawang jauh ke angkasa. Heran mengapa bulan begitu terang, sedangkan inspirasinya masih saja kelam. Bel rumahnya berdenting tiga kali. Ia bergegas membuka pintu.
“Dhani?”
“Daritadi aku lihat kamu, sepertinya masih menunggu inspirasi” Jawab Dhani sambil menyodorkan satu gelas styrofoam Cappuccino hangat kepada Miki.
Miki mempersilahkan Dhani masuk menuju tempat Ia menerawang sebelumnya, halaman beratap langit yang terdapat sebuah meja dan bangku kayu beraroma bunga mawar yang tumbuh menghiasi pinggiran halaman itu.
“Jadi kamu lihatin aku dari sana?” Tanya Miki tertawa sambil melihat rumah tingkat dua yang berada diseberang rumahnya. Dhani tertawa.
“Sudah lama aku tidak kesini, tempatnya masih sama, pemandangannya juga masih sama, hanya kamu yang terlihat berbeda” Ujar Dhani menyapu pandangannya sekeliling sambil mengingat apa yang pernah dilihatnya.
“Iya,” Miki mengangguk. “Rasanya dulu kita selalu dekat, sedekat rumahku dengan rumahmu, tapi entah kenapa saat itu kita bisa jauh, sejauh aku menatap bulan, seperti ini” Ujar Miki tersenyum sambil melihat bulan.
“Kita tumbuh dewasa, Mik. Mungkin waktu kita kecil dulu kita terlihat sama, tapi ada saat dimana kita berkembang secara berbeda. Disaat itulah kita canggung untuk bermain bersama” Dhani dan Miki tertawa menyadari fakta bahwa pertemanan mereka sempat terputus karena hal sepele.
“Tapi syukurlah sekarang kita bisa berteman seperti dulu lagi,” Miki menghela napas lega. Dhani tersenyum melihat Miki tersenyum.
Dhani melihat buku yang berserakan diatas meja. Ia melihat buku Kumpulan Cerpen Lama terletak jauh dari jangkauan Miki. Ia membuka buku itu dan mendapati kertas yang diselipkannya masih seperti semula, kemudian Ia menutupnya lagi.
“Kamu belum membaca buku ini, ya?” Tanya Dhani sambil memperlihatkan buku itu.
“Hehe, belum. Oh iya, pulpen kamu yang tadi sore ketinggalan, Dhan” Miki menyodorkan pulpen kepadanya. Dhani melirik kearah pulpen itu. Ia tersenyum.
“Pegang saja dulu, Mik, selama ini pulpen itu yang menulis karyaku, mana tahu dia bisa membantu kamu juga” Dhani menolak pulpen itu.
Terlintas dibenak Miki, pulpen ini yang menulis karya-karya Dhani. Dhani, cerpenis muda berbakat dan terkenal. Miki tidak menyangka bisa berteman dengannya, menjadi tetangganya, diajari menulis olehnya, bahkan Miki punya kesempatan untuk memakai pulpen berharganya. Ia kagum pada sosok sahabat masa kecilnya, sosok Dhani, seseorang yang berada dihadapannya.
“Ya sudah, kalau kamu tidak keberatan, boleh aku gunakan?” Ujar Miki. Dhani mengangguk setuju.
“Kalau begitu aku pulang, ya. Kamu harus menyelesaikan cerpen kamu secepatnya.” Dhani bersiap-siap bangkit dari bangku kayu yang didudukinya.
“Tunggu, Dhan!” Tahan Miki sigap.
“Sebelum kamu mulai untuk menulis, hal apa yang biasa kamu lakukan? Kurasa, aku terlalu sulit untuk mendapatkan inspirasi”
“Hm, cobalah kamu mulai membaca buku itu, tiap inspirasi yang kamu dapatkan, tuliskan pada buku catatanmu. Kalau kamu mulai bosan, teguklah minuman yang aku bawakan tadi. Mungkin itu bisa membantu, walau sedikit” Dhani tersenyum misterius, namun Miki mengangguk seolah paham apa yang dikatakannya.
Miki mengantarkan Dhani sampai kedepan pintu. Ia melihat Dhani masuk dan menghilang dibalik pintu rumahnya diseberang jalan. Ada perasaan senang dan bangga menyelimuti hatinya mengetahui Dhani baru saja kembali mengunjungi rumahnya.
---
Miki kembali duduk dibangku kayu dan menghela napas panjang. Ia memejamkan matanya sejenak sebelum mengikuti instruksi dari Dhani. Ia meraih buku Kumpulan Cerpen Lama dan membukanya. Sehelai kertas berlipat meluncur dari halaman pertama yang dibukanya.
Waktu tak pernah memberi kesempatan untuk bertemu, pertemuan kita tidak ditentukan oleh waktu, tapi keyakinan akan takdir yang membawa kita bertemu disuatu waktu. – 1
Miki membaca kertas itu dan terdiam sejenak. Kemudian Ia tersenyum seolah mendapatkan inspirasi. Miki meraih pulpen yang diberikan Dhani dan mulai menulis sesuatu. Ia tiba-tiba saja teringat dengan masa kecilnya dulu saat bermain bersama Dhani. Miki menuangkan kisahnya ke atas kertas dengan cepat.
Bukan jarak yang memisahkan kita, tapi mengapa raga ini terasa begitu jauh? Bukan benci yang membuat kita terpisah, tapi kenangan masa lalu mampu membawa kita bisa kembali bersama..
Miki terdiam sejenak. Ia menyadari ada sesuatu yang aneh pada pulpen Dhani. Apa mungkin pulpen ini mempunyai kekuatan magis sehingga Ia bisa begitu lancar menulis. Ia berhenti dan memperhatikan pulpen itu dari dekat. Ia mendapati kertas bergulung melilit tinta itu. Penasaran ia segera membukanya. terdapat tulisan didalamnya.
Kekagumanku atas kamu lebih dari yang pernah bola mataku lihat sebelumnya – 2
Miki tertegun. Apakah kertas-kertas ini datang begitu saja? atau memang ditujukan untuknya?  Miki mulai memainkan segala kemungkinan imajinasi yang mungkin saja sedang terjadi , Ia melirik kearah gelas cappuccino yang mulai dingin. Ia melihat ada secarik kertas ditindih dibawah gelas itu.
Kamu, dirimu, tak hilang dari ingatanku. Senyum asimetris yang selalu kamu pamerkan padaku, sulit untukku melupakannya – 3
Jantung Miki terasa berdebar-debar. Tiba-tiba ponselnya berdering.
“Ha.. Halo” Sapa Miki gemetaran.
“Apakah kamu mau mendengarkan kelanjutan penggalan puisi-puisi itu?” Ujar seseorang diseberang telepon.
Miki melirik layar ponselnya. Itu adalah nomor misterius yang selama ini menghibur dirinya. Tanpa tahu siapa itu, Miki tidak keberatan. Namun saat ini, Ia bingung harus mengatakan apa. Ia mengarahkan pandangannya ke rumah tingkat dua diseberang rumahnya. Ia melihat sosok laki-laki manis duduk diberanda sambil memegang telepon.
“Dhani?”
“Iya, Mik. Ini aku,” Miki terkejut. Ia mendengar suara lembut Dhani menggema ditelinganya.
“Apakah boleh kamu membukakan pintu rumahmu sekali lagi? Ada yang ingin aku sampaikan padamu.” Ujar Dhani sambil melihat Miki dari kejauhan. Dhani masuk kedalam rumahnya. Miki pun bergegas menuju pintu rumahnya.
---
Bel rumah Miki berbunyi sekali. Miki langsung membuka pintu. Suasana terasa canggung. Miki menarik diri keluar dan menutup pintu rumahnya.
“Tadi sore, saat bersamaku, bagaimana bisa kamu mengirim pesan tanpa aku ketahui?” Tanya Miki tiba-tiba.
“Aku yakin selama ini kamu berpikir itu aku, dan kamu hampir berhasil membuatku mengaku. Maaf ya Miki, tadi sore aku hanya ingin tahu reaksi kamu, seandainya penggemar rahasiamu bukan aku” Ujar Dhani sambil menunduk malu.
Miki merasakan dadanya berdesir, seolah darah mengalir deras dijantungnya. Dhani yang berdiri didepannya saat ini bukanlah Dhani sepuluh tahun lalu. Ia tidak bisa tertawa begitu saja menanggapi pengakuan Dhani.
“Kamu tidak perlu mengatakan apa-apa, Mik. Aku hanya ingin kamu tahu perasaanku selama ini,” Dhani menatap mata Miki dalam. Ia menarik napas panjang dan memulai pengakuannya.
“Masa kecil kita sulit untukku menghapusnya, kenangan kita terlalu indah untuk menjadi sebuah ingatan. Kamu tahu, setelah itu adalah masa yang sulit aku lewati. Harus terpisah denganmu, tak bisa aku melakukannya. Selama ini, dengan menulis cerpen tentangmu-tentang kita-bisa membuatku bertahan. Bahkan dengan itu pula aku bisa kembali dekat denganmu. Aku bersyukur dengan semua ini. Dengan kamu sebagai bagian terpenting dalam hidupku” Dhani mengepalkan tangannya menahan dingin angin malam yang menusuk. Miki hanya diam mendengar perkataan Dhani.
Kekakuan mereka terpecah ketika mendengar suara langit yang mulai menderu pertanda akan hujan. Tak lama, hujan mulai turun satu demi satu semakin lama semakin deras. Miki masuk kedalam rumahnya meninggalkan Dhani di teras sendirian. Dhani terlihat kecewa berat dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
“Kamu kenapa?” tanya Miki heran melihat Dhani yang menutup wajahnya. Dhani menarik tangannya. Ia terkejut melihat Miki sudah siap dengan jas hujan dan payung yang sudah terbuka ditangan kirinya. Miki juga membawa sesuatu dalam kantong plastik ditangan kanannya.
“Hari sudah malam, cuaca juga tidak cerah. Kurasa, disaat seperti ini, tidak cocok untuk mengungkapkan perasaan cinta kepada seseorang,” Ujar Miki tersenyum sambil menarik Dhani kedalam bentangan payung merah mudanya. Ia mengantar Dhani sampai didepan rumahnya.
“Aku yakin, sulit membuat pengakuan seperti itu. Mengingat kamu melakukannya untukku, aku ingin kamu meminum ini, aku sudah memanaskannya untukmu” Miki mengeluarkan segelas styrofoam berisi cappuccino hangat milik Dhani yang tertinggal dirumahnya.
“Aku pulang dulu ya,” Pamit Miki.
Keduanya terlihat tersipu malu. Tidak sampai 5 detik, Miki sudah berada didepan pintu rumahnya. Ia melambaikan tangan kearah Dhani yang membalas dengan senyuman manisnya. Dhani melihat Miki masuk kedalam rumahnya. Ia pun masuk kedalam rumahnya.
---
Dhani mengganti pakaiannya yang basah terkena percikan air hujan. Ia melihat kearah gelas yang diberikan Miki. Terdapat tulisan kecil disisi lain gelas itu.
Cappuccino ini mungkin tak selamanya hangat. Tapi saat aku bersamamu, semua begitu hangat dan manis rasanya.
Dhani tersenyum bahagia membaca tulisan itu. Ia langsung menyambar dan mencari nama di daftar kontak ponselnya.
‘MIKI’

---